“Kau tahu, hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia,
semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika memang itu cinta
sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu.
Banyak sekali pecinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan
sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia
menggenggamnya erat-erat.”
–Tere Liye, novel ‘Eliana’
Sebenarnya, apakah itu perasaan ?
Keinginan ? Rasa memiliki ? Rasa sakit, gelisah, sesak, tidak bisa tidur,
kerinduan, kebencian ?
Bukankah dengan berlalunya waktu
semuanya seperti gelas kosong yang berdebu, begitu-begitu saja, tidak istimewa.
Malah lucu serta gemas saat
dikenang.
Sebenarnya, apakah pengorbanan
memiliki harga dan batasan ?
Atau priceless, tidak terbeli dengan
uang, karena kita lakukan hanya untuk sesuatu yang amat spesial di waktu yang
juga spesial ?
Atau boleh jadi gratis, karena kita
lakukan saja, dan selalu menyenangkan untuk dilakukan berkali-kali.
Sebenarnya, apakah itu arti
‘kesempatan’ ? Apakah itu makna ‘keputusan’ ?
Bagaimana mungkin kita terkadang
menyesal karena sebuah ‘keputusan’ atau sepucuk ‘kesempatan’ ?
Sebenarnya, siapakah yang selalu
pantas kita sayang ?
(tere-liye)
Bagiku waktu selalu pagi. Di antara
potongan dua puluh empat jam sehari, bagiku pagi adalah waktu paling indah.
Ketika janji-jani baru baru muncul seiring embun menggelayut di ujung dedaunan.
Ketika harapan-harapan baru merekah bersama kabut yang mengambang di persawahan
hingga nun jauh di kaki pegunungan. Pagi, berarti satu hari yang melelahkan
telah terlampaui lagi. Pagi, berarti satu malam dengan mimpi-mimpi yang
menyesakkan terlewati lagi; malam-malam panjang, gerakan tubuh resah,
kerinduan, dan helaan napas tertahan.
(tere-liye)
Bukankah semua itu sederhana ?
Bukankah masalah itu amat sederhana ? Meski harus membuat hatiku lebur
berkeping-keping.
(tere-liye)
Aku tidak tahu apa perasaan itu, …
yang aku tahu aku selalu merasa senang bersamamu. Merasa tenteram dari semua
galau. Merasa damai dari semua senyap. Aku merasa kau membuatku setiap hari
lebih baik. Menumbuhkan semangat, memberikan energi.
(tere-liye)
Aku tidak mengharapkanmu, aku
bersiap melepas semua perasaan ini kalau kau sebaliknya ternyata tidak
menginginkannya, melupakannya meskipun aku tidak tahu bagaimana caranya,
mungkin tidak akan pernah bisa.
(tere-liye)
Entah hingga kapan semua kesedihan
ini terhapuskan. Hanya waktu yang selalu berbaik hati mengobati kesedihan.
(tere-liye)
Perasaan cinta itu hanya sejak masa
lalu yang telah selesai.
(tere-liye)
Kata orang bijak, kita tidak pernah
merasa lapar untuk dua hal. Satu, karena jatuh cinta. Dua, karena kesedihan
mendalam.
(tere-liye)
Aku bisa mengukir wajahnya di
langit-langit kamar. Menatap wajahnya di bening bak air mandi. Di piring
kosong. Apa yang bisa kulakukan ? Hingga kapan semua ini akan berakhir. Hingga
kapan aku bisa melupakannya. Berdamai.
(tere-liye)
Tidak ada yang bisa membantu selain
waktu. Tetapi agar waktu berbaik hati, kita juga harus berbaik hati kepadanya,
dengan menyibukkan diri. Sendiri hanya mengundang rasa sesal. Sepi hanya
mengundang lipatan-lipatan kesedihan lainnya.
(tere-liye)
Dalam rasa sedih yang mengukung ada
banyak kesbiasaan, tabiat, perangai baru yang tidak sadar kita lakukan, baik
itu yang baik-baik maupun yang buruk.
(tere-liye)
Ada banyak hal cara menikmati
sepotong kehidupan saat kalian sedang tertikam belati sedih. Salah satunya
dengan menerjemahkan banyak hal yang menghiasi dunia dengan cara tak lazim.
…
Dengan pemahaman secara berbeda maka
kalian akan merasakan sesuatu yang berbeda pula.
(tere-liye)
Andaikata aku diberikan kesmpatan
membalik dunia, maka aku akan melakukannya, menyampaikan perasaan cinta itu
jauh-jauh hari….
Sebelum semuanya terlambat.
(tere-liye)
…
kau tidak akan pernah mendapatkan seseorang kalau kau terlalu mencintaninya.
(tere-liye)
Bagi seorang gadis, menyimpan
perasaan cinta sebesar itu justru menjadi energi yang hebat buat siapa saja
yang beruntung menjadi pasangannya, meskipun itu bukan dengan lelaki yang
dicintainya. Bagi seorang pemuda, menyimpan perasaan sebesar itu justru
mengukung hidupnya, selamanya…
(tere-liye)
Seharusnya saat aku berharap pertama
kali dulu, saat mengenal pertama kali dulu aku secepat mungkin mengeyahkan
semua perasaan itu, membuangnya jauh-jauh. Aku tidak akan pernah mendapatkan
cintamu. Akulah yang keliru, aku memaksakan diri.
(tere-liye)
Setiap pembicaraan punya kesimpulan.
Dan itu termasuk untuk pembicaraan yang tanpa kesimpulan sekalipun,
kesimpulannya : tidak ada kesimpulan.
(tere-liye)
Lihatlah aku! Aku pernah merasakan
bagaimana menyakitkannya saat menyadari tidak ada lagi kesempatan itu.
(tere-liye)
… semua itu sungguh menyakitkan,
karena aku tidak pernah tahu apakah kau pernah sekalipun mencintaiku atau
tidak.
(tere-liye)
Terima kasih telah mencintaiku begitu
besar, … mencintaiku begitu indah.
(tere-liye)
Kebetulan ? Apalah arti kata itu ?
Sama seperti aku tidak pernah mengerti apa makna kesempatan.
(tere-liye)
Lima tahun, waktu yang terlalu lama
bagi si patah-hati untuk menyusun banyak angan-angan penjelasan yang
dipaksakan. Menciptakan mimpi-mimpi yang bisa membujuk hati lega, meski itu
semu. Yang bisa membuat bibir tersenyum, meski amat tahu kalau itu dusta dan
sekedar ilusi.
(tere-liye)
Ketahuilah, memaafkan orang lain
sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan memaafkan diri sendiri.
(tere-liye)
Kebahagiaan dan rasa sedih itu tidak
ada bedanya. Sama-sama membuat tidak bisa tidur. Hanya saja rasa bahagia tidak
membuat tubuh melakukan gerakan resah atau helaan napas panjang. Rasa gembira
hanya membuat sesak.
(tere-liye)
Urusan ini bukan tentang lebih
mencintai atau kurang mencintai. Bukan tentang masih mencintai atau tidak lagi
mencintai.
(tere-liye)
Jauh lebih menyenangkan mengenang
sesuatu yang hanya selintas terjadinya. Bahkan dalam banyak hal kesempatan jauh
lebih menyenangkan mengennag sesuatu yang sepantasnya terjadi tetapi kita tidak
membuatnya terjadi, meski kita bisa dengan mudah membuatnya terjadi.
(tere-liye)
Apakah
dunia memang begitu ? Kita tidak akan pernah mendapatkan sesuatu jika kita
terlalu menginginkannya. Kita tidak akan pernah mengerti hakikat memiliki, jika
kita terlalu ingin memilikinya.
(tere-liye)